Tuesday 31 October 2017

Thoharoh

TOHAROH ( WUDLU )
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Dosen pengampu           : Muntaha Luthfi, M.H

Disusun Oleh :

Ah. Birrul Walidain

KELAS B / III
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )


KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kemudahan, hidayah, serta inayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tepat pada waktunya.
Sholawat serta Salam penulis haturkan pula kepada Nabi Muhammad saw, nabi akhir zaman yang diutus dalam rangka rahmatan lilalamin. Dengan Sholawat tersebut penulis berharap semoga penulis, pembaca, dan semua pihak yang terkait dalam penyelesian makalah ini kelak mendapat syafaatNya, amin.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penyelesaian makalah ini. Khususnya kepada yang terhormat Bpk. Muntaha Luthfi, M.H. Tanpa bantuan dari semua pihak yang terkait tersebut mustahil makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Kemudian penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, pembaca,  khususnya bagi penulis sendiri. Penulis sadar bahwasanya tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu bila pembaca menemukan kesalahan dalam makalah ini, penulis berharap agar pembaca bersedia memberikan kritik dan saran yang  membangun, guna perbaikan di kemudian hari.
Akhirnya makalah ini saya persembahkan kepada Dosen Pembimbing Bpk. Muntaha Luthfi, M.H, orang tua, serta saudara - saudara yang tidak henti- hentinya memberikan dukungan dan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Pati, 26 september 2014
Penulis

       I.            PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Toharoh merupakan sesutu yang prinsipal dan sangat penting bagi manusia. Dimanapun berada orang akan merasa nyaman bila desekitarnya bersih, rapi dan teratur. Terutama kita umat muslim, yang selalu memandang toharoh bukan hanya bernilai duniawi tetapi juga nilai ukhrawi yaitu ibadah. Toharoh juga ada keterikatan dengan ibadah yang lain, yang menjadikannya sebagai syarat untuk sahnya ibadah tersebut. Karena itu toharoh hukumnya juga wajib.
Oleh karena pentingnya toharoh baik dipandang dari segi duniawi maupun dari segi segi ukhrawi, maka sudah selayaknya bagi kita untuk memperhatikan masalah toharoh dan hal yang berkenaan dengan toharah. Karena itu pula lah pemakalah beranggapan perlu adanya pembahasan yang lebih mendalam berkenaan dengan masalah toharoh terutama masalah air dan wudhu’.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakangdi atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.    Apakah definisi Toharoh
2.    Bagaimana pembagia air
3.    Bagaimanakahwudhu’ itu

C.     Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas maka tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Menjelaskan tentang definisi toharoh
2.    Menjelaskan tentangpembagian air
3.    Menjelaskan tentang wudhu’

D.    Manfaat
Berdasarkan dari tujuan di atas maka manfaat yang diharapkan dapat tercapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang definisi toharoh
2.    Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pembagian air
3.    Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang wudhu’


    II.            PEMBAHASAN

A.    Definisi Toharoh
Toharoh secara bahasa berasal dari kata نظافة yang berarti bersih. Sedangkan secara istilah syara’ toharoh adalah :
1.      Istilahtentang penghilangan hadats atau najis[1].
2.      Mengerjakan sesuatu yang dengannya diperbolehkan mengerjakan solat.Misalnhya wudlu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis atau yang sama dalam makna dan bentuknya[2].
Dengan demikian dapat pemakalah simpulkan bahwa toharoh adalah nama dari metode penghilangan hadast atau najis yang dengan melakukannya diperbolehkan mengerjakan solat.Toharoh dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu toharoh dari hadats dan najis. Namun dalam makalah ini kami akan menitik beratkan pembahasan pada sesuci dari hadats kecil saja yaitu dengan cara wuhlu’.


B.     Pembagian Air
Air – air yang diperbolehkan dalam bersuci ada 7 yaitu[3] :
1.      Air hujan
2.      Air laut
3.      Air sungai
4.      Air sumur
5.      Air mata air
6.      Air salju atau air es
7.      Air embun
Air dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu[4] :
1.      Tohir mutohir goirumakruh ( air mutlak )
Tohir mutohir goiru makruh yaitu air yang suci dan mensucikan serta tidak makruh digunakan untuk bersuci. Dan air ini disebut juga dengan air mutlak. Air mutlak yaitu air yang tidak terikat dengan batasan dan hubungan yang tetap. Ada juga yang mengatakan bahwasanya air mutlak adalah air yang masih tetap pada sifat kejadiannya.

2.      Tohir mutohir makruh ( air musyammas )
Tohir mutohir makruh adalah air yang suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan untuk bersuci. Yang termasuk dalam kategori ini adalah air musyammas. Air musammas yaitu air dalam bejana selain emas dan perak yang dipanaskan dengan cahaya matahari. Air musammas ini dimakruhkan untuk digunakan bersuci dengan dua syarat yaitu :
1)      Dipanaskan dalam bejana selain bejana emas dan perak.
2)      Dipanaskan dengan cahaya matahari di tempat yang sangt panas, baik dengan sengaja ataupun tidak.

3.      Tohir goiru mutohir ( air musta’mal )
Tohir goiru mutohir yaitu air yang suci tetapi tidak mensucikan. Yang termasuk dalam kategori ini yaitu :
1)      Air musta’mal
Air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik bersuci dari hadast maupun najis[5].
Air yang mundar – mandir pada salah satu anggota yang disucikan tidak bisa dikatakan sebagai air musta’mal, selama belum berpindah ke anggoata yang lain.
2)      Air yang tercampur dengan sesuatu yang suci.
Dalam tercampurnya air dengan sesuatu yang suci ini ada dua macam yaitu[6] :
a)      Tercampur dengan cara takhlith
Tercampurnyaair dengan  sesuatu yang suci dengan cara taklit yaitu tercampur dengan sempurna dan sulit untuk dipisahkan kembali. Dan apabila berubahnya air disebabkan tercampur sesuatu yang suci ini banyak sehinga air tersebut tidak lagi bisa disebut sebagai air mutlak maka thuhuriyahnya ( kemampuannya untuk mensucikan ) akan tercabut atau hilang.

b)      Tercampur dengan cara tajwir.
Yaitu tercampurnya air dengan sesuatu yang suci itu dengan cara bersanding dan mudah untuk dipisahkan. Apabila air tercampur dengan sesuatu yang suci dengan cara ini walaupun perubahannya sangat banyak tetap dianggap sebagai air suci dan mensucikan.

4.      Mutanajis ( air najis )
Air mutanajis yaitu air yang terkena najis sedangkan air tersebut kurang dari dua kulah, atau sudah ada dua kulah tetapi air tersebut berubah disebabkan najis tersebut.
Berikut adalah najis - najis yang dima’fu:
1)      Bangkai yang tidak mempunyai darah yang mengalir seperti ; lalat, kecoa dll.
2)      Najis yang tidak bisa terlihat oleh mata normal seperti lalat yang hinggap pada najis kemudian terjatuh pada air
3)      Percikan najis yang tidak bisa terlihat oleh mata[7].
4)      Dll
Najis – najis ini tidak mampu untuk mempengaruhi kesucian dari air yang kurang dari dua kulah.

5.      Tohir mutohir haram
Tohir mutohir haram adalah air suci dan mensucikan tetapi haram untuk digunakan. Termasuk dalam kelompok air ini yaitu air yang diperoleh dengan cara gosob dan air yang disediakan untuk minum[8].

Menurut jumlahnya air juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu air sedikit dan air banyak. Air sedikit yaitu air yang kurang dari dua kulah. Sedangkan air banyak yaitu air yang sudah mencapai dua kulah atau lebih. Untuk ukuran dua kulah terdapat dua macam yaitu
1)      Ukuran takaran
Untuk ukuran kati, air dua kulah kurang lebih harus mencapai 500 kati bagdad
2)      Ukuran volume bak.
Untuk ukuran panjangnya bak minimal harus mencapai satu seperempat dira’ atau kurang lebih 60 cm untuk ukuran panjang, lebar, dan tinggi tempat air. Dengan demikian untuk ukuran liter air berjumlah 216 liter.

C.     Wudhu’
Menurut bahasa wudu’ berasal dari kata wadha’ah yang berarti keindahan dan kecerahan. Sedang menurut istilah syara’ berupa nama pekerjaan yang berupa mmenggunakan airuntuk anggota – anggota tubuh tertentu dengan niat tertentu[9].Sedangkan al-wadhu’ adalah air yang digunakan untuk berwudhu’. Disebut demikian karena mempengaruhi anggota – anggota wudhu’ yakni membuatnya cerah sesudah dan dibersihkan.
1.      Rukun wudhu’ ada 6 yaitu[10] :
1)      Niat.
2)      Membasuh wajah
3)      Membasuh tangan hingga siku
4)      Mengusab sebagian kepala
5)      Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
6)      Tartib

2.      Sunah – Sunah Wudhu’[11]
1)      Membaca basmalah diawal wudhu’
2)      Membasuh kedua tangan sebelum dimasukkan ke dalam bejana ( tempat air ).
3)      Bersiwak
4)      Berkumur -  kumur
5)      Menghirup air ke dalam lubang hidung (istinsyaq) dan menyemprotkannya (istintsar).
6)      Menyela – nyela janggut yang tebal.
7)      Mengusap seluruh kepala.
8)      Mmengusap dua telinga luar dalam
9)      Tatslis ( meniga- kalikan )
10)  Mmenghadap kiblat
11)  Tidak berbicara ketika wudhu’
12)  Memperpanjang ghurrah dan tahjil.
13)  Tidak berlebihan dalam menggunakan air
14)  Membaca tasyahud ( syahadatain ) dan doa sesudah wudhu’
15)  Dll.

3.      Hal – hal yang dimakruhkan dalam wudhu’[12]
1)      Berlebihan dan terlalu pelit dalam menggunakan air
2)      Mendahulukan anggota kiri dari pada yang kanan
3)      Mengelap air wudhu’
4)      Memukulkan air pada wajah
5)      Menambah atau mengurangi dari 3 basuhan atau usapan.
6)      Meminta bantuan orang lain tanpa udzur
7)      Berlebihan dalam berkumur kumur dan menghirup air ke hidung

4.      Hal – hal yang membatalkan wudhu’[13]
1)      Keluarnya sesuatu dari kedua jalan ( qubul dan dubur ) kecuali mani.
2)      Tidur yang tidak menetapkan tempat duduknya.
3)      Hilang akal
4)      Bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahrom tanpa penghalang.
5)      Menyentuh farji dengan telapak tandan dalam.

5.      Hal – hal yang diharamkan saat hadast kecil[14]
1)      Sholat
2)      Thowaf
3)      Menyentuh dan membawa mushaf


 III.            PENUTUP
Toharoh secara bahasa berasal dari kata نظافة yang berarti bersih. Sedangkan secara istilah syara’ toharoh adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya diperbolehkan mengerjakan solat. Air – air yang diperbolehkan dalam bersuci ada 7 yaitu : Air hujan, Air laut, Air sungai, Air sumur, Air mata air, Air salju atau air es, Air embun. Kemudian air dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :Tohir mutohir goiru makruh ( air mutlak ), Tohir mutohir makruh ( air musyammas ), Tohir goiru mutohir ( air musta’mal ), Mutanajis ( air najis ).
Menurut bahasa wudu’ berasal dari kata wadha’ah yang berarti keindahan dan kecerahan. Sedang menurut istilah syara’ berupa nama pekerjaan yang berupa mmenggunakan air untuk anggota – anggota tubuh tertentu dengan niat tertentu. Dalam wudhu’ ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : Rukun wudhu’, Sunah – Sunah Wudhu’, Hal – hal yang dimakruhkan dalam wudhu’, Hal – hal yang membatalkan wudhu’, dan Hal – hal yang diharamkan saat hadast kecil.


DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Taqiyuddin bin muhamad, Kifayatul akhyar, Surabaya : Alhidayah
Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib,  Surabaya : Alhidayah
Sunartom, Achmad, pengajaran sholat,  Surabaya : Adis, 2002




[1]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhammad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 6
[2]               Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib, ( Surabaya : Alhidayah ), 3
[3]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhammad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 6
[4]               Ibid
[5]               Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 28
[6]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya: Alhidayah) 10
[7]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 11
[8]               Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib, ( Surabaya : Alhidayah ), 5
[9]               Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 101
[10]             Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib, ( Surabaya : Alhidayah ), 5
[11]             Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 107
[12]             Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 115
[13]             Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 11
[14]             Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 81

No comments:

Post a Comment

Misteri kabut

 Tidak masalah  Tanpa masalah  Non masalah  ???