Wednesday 16 March 2016

Pengertian, Ruang Lingkup, Dan Pokok Bahasan Kapita Selekta Pendidikan Islam

Pengertian, Ruang Lingkup, Dan Pokok Bahasan
Kapita Selekta Pendidikan Islam



MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Drs. H. Abdul Wahab, M.Pd.I

Oleh  :
1.      Ah. Birrul Walidain                      113019
2.      Nailis Sa’adah                               113035
3.      Noor Istikomah                             113037


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
2016
Pengertian, Ruang Lingkup, Dan Pokok Bahasan
Kapita Selekta Pendidikan Islam

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat manusia. Karenanya manusia harus senantiasa mencari dan menuntut ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu faktor penting yang mengharuskan manusia untuk selalu mengembangkan keilmuannya agar dapat beradaptasi di dunia modern yang kaya akan kemajuan ilmu dan teknologi.
Pendidikan agama islam di sekolah umum hingga saat ini, masih menghadapi berbagai persoalan dan tantangan serta kritikan dari berbagai pihak. Bahkan sebagian masyarakat cenderung berpendapat, meskipun terkesan sangat subjektif dan sepihak. Krisis sosial  dan moral yang dialami bangsa ini adalah disebabkan oleh gagalnya pendidikan agama di sekolah dalam membentuk moralitas masyarakat bangsa ini, khususnya para pelajar.
Sekolah merupakan sarana dan tempat menuntut ilmu bagi para peserta didik, juga tempat memperkaya dan memperluas keilmuan peserta didik.
 Dalam makalah ini, penulis akan membahas dan mengulas tentang Kapita Selekta Pendidikan Islam, yang meliputi pengertian kapita selekta pendidikan Islam, ruang ligkup pendidikan Islam, dan pokok bahasan kapita selekta pendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian kapita selekta pendidikan Islam.
2.      Bagaimana ruang lingkup kapita selekta pendidikan Islam.
3.      Bagaimana pokok bahasan kapita selekta pendidikan Islam.


C.    Pembahasan
1.      Pengertian Kapita Selekta Pendidikan Islam
Bila ditinjau dari segi etimologi, kapita selekta pendidikan sebenarnya tersusun dari dua kata, yaitu : “Kapita Selekta” dan “Pendidikan”, yang dipadukan sehingga menjadi satu istilah yang memiliki satu kesatuan makna.
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” kata “Kapita Selekta”, diartikan dengan “garis besar mengenai hal-hal penting dan terpilih”. Dan kata “Pendidikan” dalam kamus itu, diartikan dengan “Proses yang pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha  mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan-latihan”[1]
Secara istilah/terminologi yaitu : suatu mata kuliah yang membahas kumpulan masalah dari pendidikan yang penting dan terpilih untuk dicari penyebabnya dan ditentukan jalan keluarnya.[2]
Dan pendidikan Islam sendiri memiliki pengertian yang sangat  luas, seorang ilmuan muslim, pakar pendidikan islam DR. Muhammad S.A. Ibrahimy ( Bangladesh), mengungkapkan pendidikan islam sebagai berikut :
Napas keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elane vitale yang menggerakkan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu pengetahuan luas, sehingga ia mampu memberikan jawaban yang tepat dan berguna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan teknologi. Karena itu pendidikan Islam memiliki ruang lingkup yang berubah-ubah menurut waktu yang berbeda-beda. Ia bersikap lentur terhadap pekembangan kebutuhan umat manusia dari waktu ke waktu.[3]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Kapita Selekta Pendidikan Islam adalah mata kuliah pendidikan Islam yang membicarakan tentang masalah-masalah pokok/pilihan dalam pendidikan (khususnya pendidikan Islam) yang aktual, untuk inovasi pendidikan Islam.

2.      Ruang Lingkup Kapita Selekta Pendidikan Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi :
a.       keserasian
b.      keselarasan
c.       keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT
d.      hubungan manusia dengan sesama manusia
e.       hubungan manusia dengan dirinya sendiri
f.       hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.[4]

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah :
1.      Pengajaran keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun Islam.
2.      Pengajaran akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.
3.      Pengajaran ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
4.      Pengajaran fiqih
Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil syar’i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Pengajaran Al-Quran
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
6.      Pengajaran sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awalnya sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.[5]
Jadi, kesimpulannya adalah keserasian, keselarasan, keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya itu merupakan ruang lingkupnya. Jika dikaitkan dengan pendidikan disekolah, maka terdapat berbagai pengajaran-pengajaran.

3.      Pokok Bahasan Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dari penjelasan tentang pengertian kapita selekta pendidikan Islam, maka pokok bahasan yang dibahas adalah sebagai berikut :[6]
a.         Obyek Pembahasannya adalah masalah dari pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan masalah disini dapat disinonimkan dengan problematika. Dalam kaitannya dengan pendidikan, masalah itu dapat berupa adanya kesenjangan antara teori dengan kenyataan.
Maka dapat disimpulkan bahwa masalah pendidikan adalah ketidaksesuaian antara yang seharusnya dengan kenyataan yang timbul dalam penyelengaraan system pendidikan nasional yang perlu dicari kejelasannya, terutama mengenai hal-hal yang melatarbelakangi  munculnya permasalahan itu, supaya dapat diketahui dengan jelas masalahnya dan dapat ditentukan jalan keluarnya.
b.        Permasalahannya yang dibahas bersifat penting dan terpilih
Kapita selekta pendidikan Islam secara selektif membahas  permasalahan yang aktual, yang hangat-hangatnya dibahas pemerintah, diperbincangkan oleh para pakar dan pengelola pendidikan.
Disadari bahwa semakin maju peradaban suatu masyarakat akan bertambah banyak masalah yang harus dihadapi, termasuk dalam bidang pendidikan.
Oleh karenanya, permasalahn pendidikan yang menjadi sasaran kajian “Kapita Selekta Pendidikan Islam” tidaka akan pernah habis dan kadaluarsa, melaikan akan selalu berkembang sesuai denagn tuntutan perkembangan zaman.[7]
Jadi,  permasalahan yang menyangkut tentang pendidikan itu tidak akan berhenti selama manusia sendiri masih bercita-cita untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
c.         Tujuan pembahasannya adalah untuk menemukan penyebab yang menimbulkan permasalahan pendidikan kemudian menentukan jalan keluarnya.
Jika orang berfikir administratife, maka dalam setiap kegiatan yang dilakukan selalu ditetapkan tujuan yang akan dicapai.[8] Hal ini membawa konsekwensi, bahwa dalam mengkaji permasalahan pendidikan diharuskan menerapkan pendekatan sebab-akibat, bukan menerapakan pendekatan gejala. Hasil penyelesaian permasalahan pendidikan yang ditentukan melalui penerapan pendekatan pertama, akan menjurus pada jalan keluar yang lebih memungkinkan membawa perbaikan secara integral. Sedangkan hasil penyelesaian permasalahan dengan pendekatan kedua biasanya akan menjerumus pada satu macam jalan keluar yang dimungkinkan hanya membawa perbaikan secara parsial.[9]
Jadi, jelaslah bahwa kapita selekta pendidikan Islam merupakan suatu mata kuliah yang menuntut da mengarahkan mahsiswa agar berfikir analisis lagi kritis terutama dengan menerapkan kaidah deduktif dan induktif, agar mahasiswa berwawasan luas dalam menanggapi permasalahan pendidikan Nasional.
D.    Kesimpulan

1.      Kapita Selekta Pendidikan Islam adalah mata kuliah pendidikan Islam yang membicarakan tentang masalah-masalah pokok/pilihan dalam pendidikan (khususnya pendidikan Islam) yang aktual, untuk inovasi pendidikan Islam.
2.      Ruang lingkup Kapita Selekta Pendidikan Islam meliputi : keserasian, keselarasan, keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
3.      Pokok bahasan Kapita Selekta Pendidikan Islam meliputi :
a.       Obyek Pembahasannya adalah masalah dari pendidikan Islam
b.      Permasalahannya yang dibahas bersifat penting dan terpilih
c.       Tujuan pembahasannya adalah untuk menemukan penyebab yang menimbulkan permasalahan pendidikan kemudian menentukan jalan keluarnya.














DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009).
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Agama di Sekolah), (Malang: UIN Maliki Press, 2010).
Rohmad, Ali, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009).




[1] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009), halaman  1-2.
[2] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan,………….halaman 2.
[3] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), halaman  5.
[6] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan,………………………halaman 2.
[7] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan,………………………halaman 2.
[8] Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Agama di Sekolah), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), halaman 10.
[9] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan,………………………halaman 4.


Tuesday 15 March 2016

Makalah LGBT

LGBT
(Lesbian, Gay, Bisex, Transgender)

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliyah Masa’il Fiqhiyah
Dosen pengampu : Bapak Muntaha Lutfi



Disusun oleh :

1.      Ah. Birrul Walidain                               ( 113019 )
2.       Moh. Hasan Basri                                 ( 113031 )
3.      Muhammad Saiful Umam                      ( 113049 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI (STAIP)
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYYAH
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT), dianggap sebuah masalah yang tidak asing kita dengar. Pengertian LGBT sendiri bermacam-macam.  Menurut Wikipedia , Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan.
Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Sedikit berbeda dengan bisexual, biseksual (bisexual) adalah individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com).
Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. [1]
            Untuk mengetahui lebih jelas dan detail tentang LGBT, akan kita bahas di makalah yang berjudul “LGBT (Lesbian, Gay, Bisex, Transgender)” berikut ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaiamana pengertian LGBT?
2.      Bagaiamana pandangan islam terhadap LGBT?
3.      Bagaimana hukum dan hukumannya para pelaku LGBT?



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian LGBT
LGBT merupakan sebuah singkatan dari LESBIAN,GAY,BISEX dan TRANSGENDER. Pengertian LGBT tersebut secara global akan kita bahas mengenal lebih jauh tentang dunia LGBT:
Lesbian :
Orientasi seksual seorang perempuan yang hanya mempunyai hasrat sesama perempuan.
Gay :
Orientasi seksual seorang pria yang hanya mempunyai hasrat sesama pria
Bisex :
Sebuah orientasi sexsual seorang Pria/Wanita yang menyukai dua jenis kelamin baik Pria/Wanita
Transgender :
Sebuah Orientasi seksual seorang Pria/Wanita dengan mengidentifikasi dirinya menyerupai Pria/Wanita (Misal:Waria)
Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia.
Menurut wikipedia, lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual. [2]
Bisa juga lesbian diartikan kebiasaan seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya pula.[3]
Sedangkan Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Sedikit berbeda dengan bisexual.
Biseksual (bisexual) adalah individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com).
 Lalu bagaimana dengan Transgender? Masih menurut wikipedia, transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya.[4]
Transgender adalah perilaku atau penampilan seseorang yang tidak sesuai dengan peran gender pada umumnya.[5]
Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual.
Dari semua definisi diatas walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama jenis.
Walaupun kelompok LGBT mengklaim keberadaannya karena faktor genetis dengan teori “Gay Gene” yang diusung oleh Dean Hamer pada tahun 1993. Akan tetapi, Dean sebagai seorang gay kemudian meruntuhkan sendiri hasil risetnya. Dean mengakui risetnya itu tak mendukung bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan yang melahirkan homoseksualitas. Perbuatan LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan dianggap sebagai perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji (republika.co.id, 26/01/2016).



B.     Pandangan Islam terhadap LGBT
Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) danmelampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran yang artinya :
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)
Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut.[6]
Hukum Sihaaq (lesbian) adalah haram.[7] Berdasarkan dalil hadits  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain”
Terhadap pelaku homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat perbuatan tersebut. Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam Kitabnya “Al-Kabair” telah memasukan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam beberapa tempat dalam Al-Qur’an Al-Aziz, Allah telah membinasakan mereka akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari kalangan pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk dosa besar”.[8]
Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri hujanan batu yang membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hijr ayat 74:

فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيل

“Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”
Sebenarnya secara fitrah, manusia diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan jasmani dan nalurinya. Salah satu dorongan naluri adalah naluri melestarikan keturunan (gharizatu al na’u) yang diantara manifestasinya adalah rasa cinta dan dorongan seksual antara lawan jenis (pria dan wanita).
Pandangan pria terhadap wanita begitupun wanita terhadap pria adalah pandangan untuk melestarikan keturunan bukan pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini adalah untuk melestarikan keturunan dan hanya bisa dilakukan diantara pasangan suami istri. Bagaimana jadinya jika naluri melestarikan keturunan ini akan terwujud dengan hubungan sesama jenis? Dari sini jelas sekali bahwa homoseks bertentangan dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, sudah dipastikan akar masalah munculnya penyimpangan kaum LGBT saat ini adalah karena ideologi sekularisme yang dianut kebanyakan masyarakat Indonesia. Sekularisme adalah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan (fash al ddin ‘an al hayah).
Masyarakat sekular memandang pria ataupun wanita hanya sebatas hubungan seksual semata. Oleh karena itu, mereka dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata mencari pemuasan. Mereka menganggap tiadanya pemuasan naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik secara fisik, psikis, maupun akalnya. Tindakan tersebut merupakan suatu keharusan karena sudah menjadi bagian dari sistem dan gaya hidup mereka.[9]
Tidak puas dengan lawan jenis, akhirnya pikiran liarnya berusaha mencari pemuasan melalui sesama jenis bahkan dengan hewan sekalipun, dan hal ini merupakan kebebasan bagi mereka. Benarlah Allah swt berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ  كَا لأنْعَامِ بَلْ  هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (TQS Al ‘Araf : 179)

C.     Hukum dan Hukumannya para Pelaku LGBT
Pemberlakuan hukuman dalam Islam bertujuan untuk menjadikan manusia selayaknya manusia dan menjaga kelestarian masyarakat. Syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang dilekatkan pada hukum-hukumnya. Tujuan luhur tersebut mencakup; pemeliharaan atas keturunan (al muhafazhatu ‘ala an nasl), pemeliharaan atas akal (al muhafazhatu ‘ala al ‘aql), pemeliharaan atas kemuliaan (al muhafazhatu ‘ala al karamah), pemeliharaan atas jiwa (al muhafazhatu ‘ala an nafs), pemeliharaan atas harta (al muhafazhatu ‘ala an al maal), pemeliharaan atas agama (al muhafazhatu ‘ala al diin), pemeliharaan atas ketentraman/keamanan (al muhafazhatu ‘ala al amn), pemeliharaan atas negara (al muhafazhatu ‘ala al daulah).[10]
Dalam rangka memelihara keturunan manusia dan nasabnya, Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah keturunan. Berkaitan dengan hukuman pagi para pelaku LGBT, beberapa ulama berbeda pendapat. Akan tetapi, kesimpulannya para pelaku tetap ahrus diberikan hukuman. Tinggal nanti bagaimana khalifah menetapkan hukum mana yang dipilih sebagai konstitusi negara (al Khilafah).Ulama berselisih pendapat tentang hukuman bagi orang yang berbuat liwath. Diantara beberapa pendapat tentang hukuman bagi pelaku liwath diantaranya:
Pertama, Hukumannya adalah dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek  (maf’ul bih) bila keduanya telah baligh. Adapun keberadaannya orang yang mengerjakan perbuatan liwathdengan dzakar (penis)nya hukumannya adalah dibunuh, meskipun yang melakukannya belum menikah, sama saja baik itu fa’il (pelaku) maupun maf’ul bih. Telah mengkabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr ibnu Abi ‘Amr,dari Ikrimah, dari Ibu Abbas, berkata Rasulullah SAW:[11]

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Barangsiapa yang kalian mendapati melakukan perbuatan kaum Luth (liwath), maka bunuhlah fa’il (pelaku) dan maf’ul bih (partner)nya
Kedua, Hukumannya dirajam, hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa dia pernah merajam orang yang berbuatliwath. Imam Syafi’y mengatakan: “Berdasarkan dalil ini, maka kita menggunakan rajam untuk menghukum orang yang berbuat liwath, baik itu muhshon (sudah menikah) atau selain muhshon. Hal ini senada dengan Al-Baghawi, kemudian Abu Dawud dalam “Al-Hudud” Bab 28 dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dari Ibnu Abbas: Yang belum menikah apabila didapati melakukan liwath maka dirajam.[12]
Ketiga, hukumannya sama dengan hukuman berzina. Pendapat ini seperti ini disampaikan oleh Sa’id bin Musayyab, Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Imam Yahya dan Imam Syafi’i (dalam pendapat yang lain), mengatakan bahwa hukuman bagi yang melakukan liwath sebagaimana hukuman zina. Jika pelaku liwath muhshon maka dirajam, dan jika bukan muhson dijilid (dicambuk) dan diasingkan. [13]
Keempathukumannya dengan ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu Hanifah: Hukuman bagi yang melakukan liwath adalah di-ta’zir, bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam.[14]Abu Hanifah memandang perilaku homoseksual cukup dengan ta‘zir. Hukuman jenis ini tidak harus dilakukan secara fisik, tetapi bisa melalui penyuluhan atau terapi psikologis agar bisa pulih kembali. Bahkan, Abu Hanifah menganggap perilaku homoseksual bukan masuk pada definisi zina, karena zina hanya dilakukan pada vagina (qubul), tidak pada dubur (sodomi) sebagaimana dilakukan oleh kaum homoseksual.
Sedangkan bagi para pelaku lesbian, hukumannya adalah ta’zir. Al-Imam Malik Rahimahullah berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq, hukumannya dicambuk seratus kali. Jumhur ulama berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq tidak ada hadd baginya, hanya saja ia di-ta‘zir, karena hanya melakukan hubungan yang memang tidak bisa dengan dukhul (menjima’i pada farji), dia tidak akan di-hadd sebagaimana laki-laki yang melakukan hubungan dengan wanita tanpa adanya dukhul pada farji, maka tidak ada had baginya. Dan ini adalah pendapat yang rojih (yang benar).[15]
Sebenarnya sanksi yang dijatuhkan di dunia ini bagi si pendosa akan mengakibatkan gugurnya siksa di akhirat. Tentu saja hukuman di akhirat akan lebih dahsyat dan kekal dibandingkan sanksi yang dilakukan di dunia. Itulah alasan mengapa sanksi – sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (jawazir) dan penebus (jawabir). Disebut pencegah karena akan mencegah orang lain melakukan tindakan dosa semisal, sedangkan dikatakan penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan sanksi di akhirat.[16]





















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      LGBT merupakan penyimpangan orientasi seksual yang dilarang oleh semua agama terlebih lagi Islam. Selain karena perbuatan keji ini akan merusak kelestarian manusia, yang lebih penting Allah SWT dan Rasulullah melaknat perbuatan ini. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk melawan segala jenis opini yang seolah atas nama HAM membela kaum LGBT akan tetapi sesungguhnya mereka membawa manusia menuju kerusakan yang lebih parah.
2.      Pandangan islam terhadap LGBT, adalah haram, karena Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya.
3.      a. Hukumannya adalah dengan dibunuh, baik   pelaku   (fa’il)   maupun 
    obyek  (maf’ul bih) bila keduanya telah baligh.
b. Hukumannya dirajam, hal ini sebagaimana    diriwayatkan  oleh  Al-
Baihaqy dari    Ali    bahwa      dia      pernah      merajam            orang        yang   berbuat liwath.
c.  Hukumannya sama dengan hukuman berzina.
d.  Hukumannya      dengan     ta’zir,     sebagaimana telah berkata Abu
Hanifah: Hukuman bagi yang melakukan liwath adalah di-ta’zir,              bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam







DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Husain,Dirasat fi al fikr al Islamiy, (Dar al Bayariq, 1990).
Adz-Dzahabiy –Rahimahullah, Al-Imam Abu Abdillah,“Al-Kabair.
Al-Mulky, Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy, Hukm al liwath wa al sihaaq,( Yaman: Dammaj-Sha’dah).
An Nabhani, Syaikh Taqiyuddin, Al Nizham al Ijtima’i fii al Islam, (Beirut: Dar al Ummah, cet. IV, 2003).
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, ( Berbagi Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini ), (Jakarta :  Kalam Mulia, 2003 ).
Nuriyyatiningrum, Mahdaniyal Hasanah, Masa’il Fiqhiyah , (Semarang : Media Campus, 2014).
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah (terj), (Kairo: Dar al Fath Lil I’lam Al ‘arobi, cet. I, 2000).
Wikipedia, 07/03/15.



[2] Wikipedia, 07/03/15.
[3] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, ( Berbagi Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini ), (Jakarta :  Kalam Mulia, 2003 ), halaman 30.
[4] Wikipedia, 07/03/15.
[5] Mahdaniyal Hasanah Nuriyyatiningrum, Masa’il Fiqhiyah , (Semarang : Media Campus, 2014), halaman 77.
[6] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah (terj), (Kairo: Dar al Fath Lil I’lam Al ‘arobi, cet. I, 2000), halaman 51.
[7]Al-Mulky, Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy, Hukm al liwath wa al sihaaq,( Yaman: Dammaj-Sha’dah), halaman 13.
[8] Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -RahimahullahAl-Kabair, halaman 40.
[9] Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, Al Nizham al Ijtima’i fii al Islam, (Beirut: Dar al Ummah, cet. IV, 2003),  halaman 22.

[10] Muhammad Husain Abdullah, Dirasat fi al fikr al Islamiy, (Dar al Bayariq, 1990), halaman 100.
[11]  Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah  “Ad-Darariy Al-Mudhiyah” halaman 371-372.
[12]  Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah,……………………halaman 371.
[13] Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah,……………………halaman 371.
[14] Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah,……………………halaman 372.
[15] Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah (terj), …………Juz 4/halaman 51.
[16] Muhammad Husain Abdullah, Dirasat fi al fikr al Islamiy, (Dar al Bayariq, 1990), halaman 159.

Misteri kabut

 Tidak masalah  Tanpa masalah  Non masalah  ???