Tuesday 10 November 2015

MANUSIA SEBAGAI PESERTA DIDIK DAN HAMBA TUHAN



MANUSIA SEBAGAI PESERTA DIDIK DAN HAMBA TUHAN

A.      PENDAHULUAN
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan yang memerlukan pendidikan.[1] Di dalam pandangan yang lebih modern peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.Kebutuhan peserta didik merupakan acuan utama dalam menetapkan tujuan pendidikan.
Manusia sebagai peserta didik hendaknya tidak melepaskan fitrahnya sebagai hamba Allah SWT. Jadi, manusia merupakan makhluq yang dapat dididik, memungkinkan untuk memeperoleh pendidikan, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa.[2]

B.       RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.         Bagaimana pengertian peserta didik dalam filsafat pendidikan Islam?
2.         Bagaimana esensi peserta didik dalam filsafat pendidikan islam?
3.         Bagaimana Manusia Sebagai Hamba Allah dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam?





C.      PEMBAHASAN
1.      Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan komponen terpenting dalam pendidikan islam. Dalam perspektif islam, peserta didik merupakan subjek dan objek. Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, yaitu memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan kepada anak didik. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiah berarti orang yang membutuhkan sesuatu, tilmidz yang berarti murid, dan tholib al-ilmi yang menuntut ilmu, pelajar atau mahasiswa. Ketiga istilah tersebut seluruhnya mengacu pada seorang yang tengah menempuh pendidikan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan, dan pengarahan. Dalam pandangan islam, hakikat ilmu berasal dari Alloh. Sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada Guru[3].
Menurut Hasan Fahmi, di antara tugas dan kewajiban yang perlu dipenuhi peserta didik adalah;
1.             Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak syah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.
2.             Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai  sifat  keutamaan. Yaitu   sebagai manusia  individual  dan
                    sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepadaNya.
3.             Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
4.             Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
5.             Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
6.             Menghargai ilmu dan bertekad untuk terus menuntut ilmu sampai akhir hayat.
Kesemua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus dijadikan sebagai pegangan dalam menuntut ilmu. Di samping berbagai pendekatan tersebut, peserta didik hendaknya memiliki kesiapan dan kesediaan untuk belajar dengan tekun, baik secara fisik maupun mental. Dengan kesiapan dan kesediaan fisik dan psikis, maka aktivitas kependidikan yang diikuti akan terlaksana secara efektif dan efisien. [4]

2.      Esensi Peserta Didik dalam Filsafat Pendidikan Islam
Dalam pandangan pendidikan Islam, untuk mengetahui hakikat peserta didik, tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan pembahasan tentang hakikat manusia, karena manusia hasil dari suatu proses pendidikan.[5] Peserta didik dalam pendidikan Islam harus memperoleh perlakuan yang selaras dengan hakikat yang disandangnya sebagai makhluk Allah. Dengan demikian, sistem pendidikan Islam peserta didik tidak hanya sebatas pada obyek pendidikan, melainkan pula sekaligus sebagai subyek pendidikan.[6]
Dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, semua makhluk pada dasarnya adalah peserta didik. Sebab, dalam Islam, sebagai murabbi, mu’allim, atau muaddib, Allah Swt pada hakikatnya adalah pendidik bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Karenanya, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, peserta didik itu mencakup seluruh makhluk Allah Swt, seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
Dalam arti khusus dalam perspektif falsafah pendidikan Islami peserta didik adalah seluruh al-insan, al-basyar, atau bany adam yang sedang berada dalam proses perkembangan menuju kepada kesempurnaan atau suatu kondisi yang dipandang sempurna (al-Insan al-Kamil). Terma al-Insan, al-basyar, atau bany adam dalam defenisi ini memberi makna bahwa kedirian peserta didik itu tersusun dari unsur-unsur jasmani, ruhani, dan memiliki kesamaan universal, yakni sebagai makhluk yang diturunkan atau dikembangbiakan dari Adam a.s. kemudian, terma perkembangan dalam pengertian ini berkaitan dengan proses mengarahkan kedirian peserta didik, baik dari fisik (jismiyah) maupun diri psikhis (ruhiyah) – aql, nafs, qalb – agar mampu menjalankan fungsi-fungsinya secara sempurna, yaitu suatu keadaan dimana dimensi jismiyah dan ruhiyah peserta didik, melalui proses ta-lim, tarbiyah, atau ta’dib, diarahkan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuan mengaktualisasikan seluruh daya atau kekuatannya (quwwah al-jismiyah wa al-ruhiyah).
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Rasyidin yang dikuti oleh Zainuddin et.al dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, setidaknya ada 3 istilah peserta didik yang dapat dirangkum dalam esensi filsafat pendidikan Islam, yaitu;
1.      Mutarabbi, artinya manusia yang selalu memerlukan pendidikan, baik dalam arti pengasuhan dan pemeliharaan fisik – biologis, penambahan pengetahuan dan keterampilan, tuntunan dan pemeliharaan diri, serta pembimbingan jiwa. Dengan demikian, mutarabbi mampu melaksanakan fungsi dan tugas penciptaan Allah SWT. Tuhan maha pencipta, pemelihara dan pendidik bagi alam semesta.
2.      Muta’allim, artinya peserta didik mempelajari semua al-asma’kullah yang terdapat pada ayat-ayat kauniyah maupun quraniyah dalam rangka pencapaian pengenalan, peneguhan dan aktualisasi syahadah primordial yang telah pernah ia ikrarkan di hadapan Allah Swt. Kemampuan peserta didik merealisasikan terhadap apa yang pernah ia nyatakan ini merupakan essensi dari peserta didik itu sendiri dalam filsafat pendidikan Islam.
3.    Muta’addib, merupakan proses pendisiplinan adab ke dalam jism, dan ruhnya, sehingga akal, ruh dan hatinya pendisiplinan adab melalui mua’dib (pendidik). Esensinya dalam mutaadib dalam pendisiplinan adab adalah ahklak, yaitu syariat yang menata hubungan komunikasi antara manusia dengan dirinya sendiri, sesamanya dan mahkluk Allah lainnya termasuk dalam semesta ini serta juga kepada sang pencipta dan pemelihara serta pendidik alam semesta.

3.      Manusia Sebagai Hamba Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
Menurut tinjauan kefilsafatan, manusia adalah makhluk yang bertanya, dalam hal ini manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan keberadaannya.[7] Jadi, Bagi filsafat pendidikan islam, penentuan sikap dan tanggapan tentang manusia merupakan hal yang amat penting. Sebab manusia merupakan unsur terpenting dalam usaha pendidikan. Manusia merupakan subyek pendidikan dan sebagai obyek pendidikan, karena itu manusia memiliki sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik.[8]
Dalam konteks konsep hamba Allah, manusia harus menyadari betul akan dirinya sebagai abdi. Hal ini berati bahwa manusia harus menempatkan dirinya sebagai yang dimiliki, tunduk dan taat kepada-Nya yaitu Allah SWT. Karena, Tuhan itu maha Esa, tidak terbatas dalam segala sesuatunya.[9] Hal ini di dasarkan pada petunjuk ayat yang artinya “tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah atau ibadah kepadaKu”(Qur’an surat adz- Dzariat :56).[10]
Dengan demikian kedudukan manusia dialam raya ini disamping sebagai kholifah yang memiliki kekuasaan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap daya dan potensi yang dimilikinya juga sekaligus sebagai ‘abd yaitu seluruh usaha dan aktifitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah. Untuk dapat melaksanakan fungsi kekholifahan dan ibadah dengan baik ini manusia perlu diberikan pendidikan, pengajaran, pengalaman, ketrampilan, teknologi, dan sarana pendukung lainnya. Ini menunjukka bahwa konsep kekholifahan dan ibadah dalam al qur’an erat kaitannya dengan pendidikan. Manusia yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang demikian itulah yang diharapkan muncul dari kegiatan usaha pendidikan.[11]
Hasan Langgulung mengatakan bahwa manusia dianggap sebagai kholifah Allah tidak dapat memegang tanggung jawab sebagai kholifah kecuali kalau ia perlengkapi dengan potensi-potensi yang membolehkannya berbuat demikian. Lebih lanjut Langgulung mengatakan bahwa al qur’an menyatakan beberapa ciri yang dimiliki manusia untuk mampu melaksanakan fungsi kekholifahannya.[12]
Al-Qur’an tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipa dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.[13] Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik. M. Quraisy Shihab menyimpulkan bahwa kata khalifah itu mencakup dua pengertian.[14]
a.      Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah sebagai berikut : 
1) Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3) Seseorang yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4) Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai selama hidupnya.
5) Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
b. Kewajiban manusia sebagai peserta didik dan hamba allah
1)      kewajiban manusia sebagai peserta didik
Ø     Memprioritaskan diri dari akhlak tercela dan bersifat buruk
Ø  Peserta didik menjaga diri dengan kesibukan-kesibukan  duniawi dan seharusnya berkelana jauh dari tempat tinggalnya.
Ø       Tidak membusungkan dada terhadap orang alim(guru).
Ø   Tujuan belajar menuntut ilmu adalah pembersihan batin dan menghiasinya dengan keutamaan serta pendekatan diri kepada Allah.
Ø        Penuntut ilmu tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu apapun yang terpuji.

2)      Kewajiban manusia sebagai hamba Allah.
a. Beriman kepada Allah
b.  Taat kepada Allah
c. Berdzikir kepada Allah
d. Berdo’a kepada Allah
e.  Bertawakkal kepada Allah
f.  Husnudhan kepada Allah
g. Bersyukur kepada Allah
h. Ikhlas  dan bersabar terhadap cobaan dari Allah
j.  Mengharap ridho Allah
c . Tanggung jawab manusia sebagai peserta didik dan hamba Tuhan
1.         Tanggung jawab manusia sebagai peserta didik
Tujuan dari setiap proses pembelajaran adalah menta’alim, mentarbiyah atau menta’dibkan al-‘ilm ke dalam diri setiap peserta didik.
Berkenaan dengan tugas utama yang harus dilakukan peserta didik adalah sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah pada
salah satu hadits : menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat.
Berkenaan dengan tanggung jawab dalam perspektif falsafah pendidikan islam, tanggung jawab peserta didik adalah memelihara agar semua potensi yang dianugrahkan Allah SWT kepadanya dapat diberdayakan sebagaimana mestinya.
2.         Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah
Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah menusia dalam perjalanan hidup dan kehidupannya pada dasarnya mengemban amanah atau tanggung jawab yang dibebankan Allah kepada manusia agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara sebaik-baiknya.[15]
D.      KESIMPULAN
Bahwa peserta didik dalam prespektif Islam yaitu makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuannya. Sebab, peserta didik dalam Islam, sebagai murabbi, mu’allim, atau muaddib.
Dan peserta didik dalam pendidikan Islam harus memperoleh perlakuan yang selaras dengan hakikat yang disandangnya sebagai makhluk Allah SWT.
Kedudukan manusia dialam raya ini disamping sebagai kholifah yang memiliki kekuasaan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap daya dan potensi yang dimilikinya juga sekaligus sebagai ‘abd yaitu seluruh usaha dan aktifitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah.

















DAFTAR PUSTAKA

Al’Aliy,  Alqur’an dan Terjemahannya, ( Bandung : CV. Diponegoro : 2005 ).
Dr.H. Nizar, Samsul, M.A, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2002)
http://tsu-basith.blogspot.com/2013/05/manusia-sebagai-peserta-didik-dan-hamba.html, 2/03/15 pukul 22.45.
Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan “ Manusia, Filsafat, dan Pendidikan”( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada : 2013 ).
Malik al-Quz, Anas Abdul, Ibnu Qayyim Berbicara tentang Manusia dan Semesta, (Jakarta : Pustaka Azzam: 2001).
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005 ).
Shaleh, Abdurrahman, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya., 1990).
Shihab, M. Quraisy, Membumikan al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat”, ( Bandung : Mizan, Cet. XXV : 2003 ).
Soegiono, Tamsil Muis, Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya : 2012 ).
Sudarsono, Filsafat Islam, ( Jakarta : PT Rineka Cipta : 2004 ).
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, ( Jakarta : PT. Rineka Cipta : 2001).
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, ( Bandung : Alfabeta : 2014 ).


[1] Soegiono, Tamsil Muis, Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya : 2012 ), hal 109.
[2] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, ( Bandung : Alfabeta : 2014 ), hal 71.
[3] H. Abudin Nata, MA, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005),  hal 131.
[4] Dr.H. Samsul Nizar,M.A, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2002), cet 1, hal 50
[5] Abdurrahman Shaleh, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya., 1990) h 45.
[6] Anas Abdul Malik al-Quz, Ibnu Qayyim Berbicara tentang Manusia dan Semesta, Pustaka Azzam: Jakarta, (2001), Hal: 21
[7] Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, ( Jakarta : PT. Rineka Cipta : 2001), hal 224.
[8] Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan “ Manusia, Filsafat, dan Pendidikan ”      ( Jakarta : PT. Grafindo Persada : 2013 ), hal 134.
[9] Sudarsono, Filsafat Islam, ( Jakarta : PT Rineka Cipta : 2004 ), hal 34.
[10] Al’Aliy, Alqur’an dan Terjemahannya, ( Bandung : CV. Diponegoro : 2005 ), hal 523.
[11]Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005 ), hal 88.
[12]. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam……, hal 89.
[13]  Al’Aliy, Alqur’an dan Terjemahannya,….., hal 6.
[14] M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat”, ( Bandung : Mizan, Cet. XXV : 2003 ), hal 158.
[15] http://tsu-basith.blogspot.com/2013/05/manusia-sebagai-peserta-didik-dan-hamba.html, 2/03/15 pukul 22.45.

1 comment:

  1. Iron-Stone-Habanero BBQ Sauce (5 oz) - TITNA BIKE
    Tasting a simple blend of bell peppers, onions, habanero peppers, cilantro, garlic, lime juice, winnerwell titanium stove salt, titanium solvent trap monocore garlic and titanium wallet a touch of lime juice, this sauce ford escape titanium 2021 is smith titanium

    ReplyDelete

Misteri kabut

 Tidak masalah  Tanpa masalah  Non masalah  ???