Wednesday 1 March 2023

Tuesday 28 February 2023

Jangan pernah puas

 

Semua orang akan merasakan nikmatnya dunia, tetapi tidak untuk mereka yang tanpa rasa syukur.


Kebahagiaan adalah kebaikan, tetapi kebahagiaan orang lain lebih baik. Siapakah kita? 

Sanubari berkata :

Ah.... Hanya hayalan. Rindukan rinduku untuk dirinya. Mereka salah satu tujuan.


Cinta dan ratapan jadi pilihan!






<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3847919403059188"

     crossorigin="anonymous"></script>

Monday 27 February 2023

Kesalahan

 Mendung masih menyelimuti bumi

Ditemani dinginnya sepoi Bayu


Terasa letih dalam bimbang

Raga seakan tanpa nyawa


Badai menghampiri

Ada insan yang coba menggerogoti


Demi kepuasan diri

Kepuasan nurani

Ahli segala mimpi


Harsa yang tiada Tara

Seakan menjadi abadi

Lara yang tiada henti

Seperti presipitasi


Dasar bodoh

Itu hanya nafsu

Kau itu manusia

Bukan hewan  berbaju tanpa busana

Tuesday 21 February 2023

Cinta dan Tuhan


Engkau telah menjadi racun bagi sanubari
Apabila aku dalam kangen dan sepi

engkau telah menjadi api
dikala hujan badai datang

pelipur lara,
bagiku romusa tanpa keikhlasan

Tuhan,
diriku sepi dalam keramaian
ramai setiap waktu
lupa kejayaan, tiada arah siksaan

Saturday 25 January 2020

TASAWUF DARI MASA KE MASA

TASAWUF DARI MASA KE MASA PENDAHULUAN Kehidupan sufi sudah terdapat pada diri nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum diangkat menjadi rasul pun beliau sudah sering melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di gua Hiro’ sampai beliau menerima wahyu pertama. Perkataan tasawuf atau sufi belum dikenal pada zaman nabi ataupun zaman sahabat-sahabatnya. Tetapi perkataan dan perbuatan yang dikerjakannya sudah mencerminkan kehidupan sufi. Menurut catatan sejarah, sahabat yang pertama kali memfilsafatkan ibadah dan menjadikan ibadah secara satu “thariqah” yang khusus adalah Khudzaifah bin Al-Yamani dan dialah yang pertama kali mendirikan madrasah tasawuf tetapi belum terkenal dengan nama “tasawuf”. Imam sufi yang pertama dalam agama islam adalah Al-Hasan Al-Bashry. Dialah seorang murid pertama dari Khudzaifah bin Al-Yamani. Sedangkan tokoh sufi dari kalangan ahlul bait adalah Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Ja’far As-Shodiq. PEMBAHASAN A. Sejarah Tasawuf Ibn-Jauzi dan Ibn Khaldun membagi secara garis besar kehidupan kerohanian dalam islam menjadi dua, yakni zuhud dan tasawuf. Hanya saja diakui bahwa keduanya merupakan istilah baru, sebab keduanya belum ada pada masa Nabi Muhammad saw dan tidak terdapat dalam Al-Qur’an, kecuali zuhud yang disebut sekali dalam surat Yusuf ayat 20. Istilah populer pada masa Beliau adalah Shahabat sebagai panggilan kehormatan bagi pengikutnya. Mereka adalah orang-orang yang terhindar dari sikap syirik dan pola kehidupan jahiliyah, selalu mendengar dan meresapi Al-Qur’an. Ketika beliau bersama shahabatnya hijrah ke Madinah, maka ada istilah baru muncul, yaitu Muhajir dan Anshar. Muhajir berarti suatu orang yang berpindah dari Makkah ke Madinah, sedang Anshar adalah julukan bagi orang yang memberi pertolongan kepeda mereka tadi. Ketika Islam berkembang dan banyak orang yang memeluk Islam, terjadilah perkembangan strata sosial, maka muncul istilah baru di kalangan shahabat, yaitu Qurra’ (ahli membaca Al-Qur’an), Ahl al-Shuffah, serta Fuqarra’. Pada masa Khulafaur Rasyidin ketiga, istilah Qurra’ adalah sebagai panggilan bagi pengkaji Al-Qur’an. Kemudian pada masa Khalifah yang keempat, muncul istilah Mu’tazilah sebagai pertanda bagi orang yang menghindarkan diri dari pertikaian antara Ali dan lawan-lawannya. Mereka berada di rumahnya masing-masing untuk konsentrasi menjalankan ibadah dan diantara mereka ada yang mengasingkan diri ke gua-gua. Ketika itu muncul istilah ‘Ubbad (ahli ibadah) dan bersamaan dengan itu muncul istilah Khawarij bagi orang yang keluar dari barisan Ali ra, mereka itu semua kelompok zuhud yang umumnya disebut Qurra’. Setelah kematian Ali dan Husain, muncul orang-orang yang merasa dirinya banyak dosa sehingga selalu bertaubat kepada Allah SWT, mereka ini disebut Tawwabin. Ada pula kelompok yang selalu meratapi kesusahan dan kepedihannya,mereka ini disebut Qashashah (pendongeng), Nussak (ahli ibadah), Rabbaniyah (ahli ketuhanan) dan sebagainya. Sebagaimana telah diketahui, bahwa sejarah Islam ditandai dengan peristiwa tragis, yakni pembunuhan terhadap diri Khalifah ketiga, Ustman Ibn Affan ra. Dari peristiwa itu secara berantai terjadi kekacauan dan kerusakan akhlak. Hal ini menyebabkan Shahabat-Shahabat yang masih ada dan pemuka-pemuka Islam yang masih mau berpikir, berikhtiar membangkitkan kembali ajaran Islam, kembali ke masjid (I’tikaf), kembali mendengarkan kisah-kisah mengenai targhib dan tarhib, mengenai keindahan hidup zuhud dan sebagainya. Inilah benih tasawuf yang paling awal. B. Perkembangan Tasawuf dari Masa ke Masa Dalam sejarah perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan ke dalam beberapa periode, yang setiap periode mempunyai karakteristik masing-masing. Adapun periode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Abad I dan II Hijriyah Abad I dan II Hijriyah disebut dengan fase zuhud (asketisme), sikap zuhud para sufi salafi merupakan awal kemunculan tasawuf, pada fase zuhud ini terdapat para sufi salafi yang lebih cenderung beribadah kepada Allah untuk mensucikan dirinya dari segala dosa dan kesalahan masa lalu. Mereka mengamalkan konsep zuhud dalam kehidupan yaitu tidak terlalu mementingkan makanan enak, pakaian mewah, harta benda melimpah, rumah megah, tahta, pangkat, jabatan dan wanita cantik, tetapi mereka lebih mementingkan beramal ibadah untuk kepentingan akhirat dengan rajin mendekatkan diri kepada Allah. Diantara 'ulama sufi salafi yang terkenal di masa itu adalah: a. Hasan al-Basri Nama lengkapnya adalah al-Hasan bin Abi al-Hasan Abu Sa’id. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H/642 M dan meninggal di Basrah pada tahun 110 H/728 M. Hasan al-Basri adalah seorang zahid yang termasyhur di kalangan tabi’in. prinsip ajarannya yang berkaitan dengan hidup kerohanian senantiasa diukurnya dengan Sunnah Nabi bahkan beliaulah yang mula-mula memperbincangkan berbagai masalah yang berkaitan dengan hidup kerohanian, tentang ilmu akhlak yang erat hubungannya dengan cara mensucikan jiwa dan membersihkan hati dari sifat-sifat yang tercela. Dasar pendirian Hasan al-Basri adalah hidup zuhud terhadap dunia, menolak segala kemegahannya, hanya semata menuju kepada Allah, tawakal, khauf dan raja’. Janganlah hanya semata-mata takut kepada Allah, tetapi ikutilah ketakutan dengan pengharapan. Takut akan murkaNya tetapi mengharap akan rahmatNya. b. Ibrahim bin Adham Namanya adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Adham, lahir di Balkh dari keluarga bangsawan Arab. Dalam sejarah sufi ia dikatakan sebagai seorang pangeran yang meninggalkan kerajaannya, lalu mengembara ke arah barat untuk menjalani hidup sebagai seorang pertapa sambil mencari nafkah yang halal hingga meninggal di negeri Persia kira-kira pada tahun 160 H/777 M. c. Sufyan al-Sauri Namanya adalah Abu Abdullah Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Sauri al-Kufi. Beliau dilahirkan di Kuffah pada tahu 97 H/715 m dan meninggal di Basrah pada tahun 161 H/778 M. Beliau adalah seorang tabi’in pilihan dan seorang zahid yang jarang ada tandingannya bahkan merupakan ulama hadits yang terkenal, sehingga dalam merawikan hadits, beliau dijuluki amir al-mu’minin dalam hal hadits. Kehidupan kerohaniannya menjurus kepada hidup bersahaja, penuh kesederhanaan, tidak terpukau dengan kemegahan dan kemewahan duniawi. d. Rabi’ah al-Adawiyah Nama lengkapnya ialah Ummu al-Khair Rabi’ah binti Isma’il al-Adawiyah al-Qisiyah. Beliau lahir di Basrah pada tahun 96 H/713 M dan meninggal pada tahun 185 H/801 M. Orang-orang mengatakan bahwa beliau dikuburkan di dekat kota Jerussalem. Rabi’ah al-Adawiyah yang seumur hidupnya tidak pernah menikah, dipandang mempunyai usaha yang besar dalam memperkenalkan konsep cinta (al-hubb) khas sufi ke dalam mistisme dalam Islam. Sebagai seorang wanita zahidah, dia selalu menampik setiap lamaran beberapa pria saleh dengan mengatakan, “Akad nikah adalah hak Pemilik alam semesta. Sedangkan bagi diriku hal itu tidak ada karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas dari diri! Aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milikNya. Aku hidup di dalam naungan firmanNya. Akad nikah mesti diminta dariNya, bukan dariku. 2. Abad III Hijriyah Dengan datangnya abad ketiga Hijriyah ini, para sufi mulai menaruh perhatiannya terhadap hal-hal yang berkenaan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan faham dan akhlaq sufi ditandai dengan upaya menegakkan akhlaq di tengah terjadinya dekadensi moral yang sedang berkembang di masa itu, sehingga di tangan para sufi tasawuf pun berkembang menjadi ilmu akhlaq. Pemberian contoh dalam kehidupan sehari-hari para sufi, akhirnya dapat mendorong kemajuan perubahan pada pola tingkah masyarakat dari yang lebih cenderung mengejar keduniaan yang membuat masyarakat di masa itu lupa pada Allah berubah menjadi masyarakat berakhlaqul karimah. Ajaran akhlaq para sufi ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaan para sufi dapat dilihat dari kesederhanaan alur pemikiran. Tasawuf pada jalur kesederhaan ini banyak ditampilkan oleh 'ulama sufi salafi di masa itu. Perhatian para sufi di masa itu lebih tertuju kepada realitas pengalaman ke-Islaman yang dipraktekkan dalam kehidupan serhari-hari yang disebut dengan akhlaqul karimah. Mereka menampilkan ajaran tasawuf lewat akhlaq terpuji dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai mengandung banyak anjuran untuk beraklak mulia. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pangamalan ajaran Islam sampai pada aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika para sufi menyaksikan ketidak beresan akhlaq di sekitarnya, mereka menemkan kembali akhlaq mulia, pada masa ini tasawuf lebih identik dengan akhlaq. Pada abad ketiga ini terlihat perkembangan tasawuf sangat pesat, ditandai dengan adanya segolongan sufi yang mendalami inti ajaran tasawuf, sehingga didapati ada 3 inti ajaran tasawuf, yaitu: a. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa. Yaitu ajaran tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa. Ajaran ini mengkonsentrasikan kejiwaan manusia kepada Allah, sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya. Inti ajaran tasawuf yang satu ini menjadi dasar teori para psikiater zaman sekarang ini dalam mengobati pasiennya. b. Tasawuf yang berintikan ilmu akhlaq. Tasawuf ini di dalamnya terkandung petunjuk tentang cara berbuat baik dan cara menghindari keburukan. Ajaran ini lengkap dengan riwayat dari kasus-kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Nabi. Dari ajaran inilah munculnya ilmu akhlaq. c. Tasawuf yang berintikan metafisika Tasawauf ini berintikan hakikat Tuhan. Dari ajaran inilah munculnya ilmu tauhid, ilmu aqidah, ilmu qalam dan ilmu filsafat. Beberapa tokoh tasawuf pada abad III H diantaranya adalah: Ma’ruf al-Karkhi, Abu al-Hasan Surri al-Saqti, Abu Sulaiman al-Darani, Haris al-Muhasibi, Zu al-Nun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Junaid al-Baghdadi, A-Hallaj, dan Abu Bakar al-Syibli. 3. Abad IV Hijriyah Abad keempat hijriyah ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dari sebelumnya, karena upaya maksimal dari 'ulama tasawuf dalam pengembangan dakwahnya masing-masing, sehingga kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf terbesar sebelumnya tersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad dipelopori oleh beberapa 'ulama tasawuf yang terkenal kesufiannya, yaitu: a. Musa Al-Anshory Mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan (Persia atau Iran), wafat di Khurasan pada tahun 320 H. b. Abu Hamid Bin Muhammad Ar-Rubazy Mengajarkan ilmu tasawuf di Mesir dan wafat pada tahun 322 H. c. Abu Zaid Al-Adamy Mengajarkan ilmu tasawuf di Saudi Arabiyah dan wafat di sana pada tahun 314 H. d. Abu Ali Muhammad Bin Abdul Wahab As-Saqafy Mengajarkannya di Naisabur dan kota Syaraz hingga ia wafat di tahun 328 H. Di abad keempat ini pula para sufi membagi inti ilmu menjadi 4 tingkatan atau 4 tahapan, yaitu: a. Ilmu Syari'at b. Ilmu Tariqat. c. Ilmu Hakikat. d. Ilmu Ma'rifat. Di abad ini pula dikenal sistem pendidikan dan pengajaran tasawuf yang terlembaga dan terkonsentrasi yaitu: "Suluk", sebagai lanjutan pengajaran ilmu tasawuf yang diajarkan oleh para sufi di abad sebelumnya. 4. Abad V Hijriyah Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali (w.505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali. Ia dilahirkan di Thus Khurasan. Ia hidup dalam lingkungan pemikiran maupun madzhap yang sangat hitorigen. al-Ghazali dikenal sebagai pemuka madzhab kasyf dalam makrifat. Tentang kesunnian al-Ghazali dikomentari oleh muridnya Abdul Ghafir al-Faritsi,”Ahirnya al-Ghazali berkonsentrasi pada hadits Nabi al-Mushthofa dan berkumpul bersama-sama ahli Hadits dan mempelajari kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim. Dia menerima tasawuf dari kelompok persia menuju tasawuf suuni. Itulah sebabnya ia banyak menyerang filsafat Yunani dan menunjukkan kelemahan-kelemahan aliran batiniyyah. Di antara buku karangannya adalah Tahafut al-Falasifah, al-Munqidz Min al-Dlalal dan Ihya` Ulum al-Din. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi (471 H), al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid. 5. Abad VI Hijriyah Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa (dzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Tokoh –tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi (560 – 638 H) dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. Dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar (Syekh Besar). Di masa mudanya, ia pernah menjadi sekretaris hakim tingkat wilayah. Sakit keras yang pernah dialami mengubah sikap hidup yang sangat drastis. Dia menjadi seorang zahid dan abid. Dia menghabiskan waktunya di beberapa kota di Andalusia dan di Afrika Utara untuk bertemu para guru shufi. Umur tiga puluh tahun pindah ke Tunis kemudia ke Fas. Disini, Ibnu Arabi menulis buku berjudul al-Isra Ila Maqam al-Asra (الإسراء إلى مقام الأسرى). Kemudian pergi ke Kairo dan al-Quds yang kemudian diteruskan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ibnu Arabi beberapa tahun tinggal di Mekkah dan disinilah ia menyusun kitab Taj al-Rasail (تاج الرسائل) dan Ruh al-Quds (روح القدس) dan pada tahun 598 H. Mulai menulis kitab yang sangat terkenal al-Futuhat al-Makkiyyah (الفتوحات المكية). Ahirnya Ibnu Arabi tinggal di Damaskus dan menulis kitab Fushush al-Hikam (فصوص الحِكَم ). Ibnu Arabi meninggal pada tahun 638 H. Tokoh lainnya adalah al-Syuhrawardi (549 – 587 H) dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in (667 H.) dan Ibn al-Faridl (632 H.) Pada abad VI juga ditandai dengan munculnya tariqat yakni madrasah shufi yang bertujuan membimbing calon shufi menuju pengalaman ilahi melalui teknik dzikir tertentu. Oleh sebagian orang dikatakan bahwa munculnya taiqat adalah untuk membantu orang-orang awam agar ikut mencicipi tasawuf karena selama ini pengalaman tasawuf hanya dialami oleh orang-orang tertentu saja (khawash). Disamping itu kehadiran thariqat juga untuk memagari tasawuf agar senantiasa berada dalam koridor syariat. Itulah sebabnya sistem thariqat sangat ketat. 6. Tasawuf sesudah abad ke VI Disini tasawuf sangat sunyi dalam Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh, kedelapan hijriyah. Faktor yang menonjol menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf di dunia islam, yaitu : a. Karena memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan dikalangan masyarakat islam, sebab banyak diantara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran Islam yang sebenarnya. b. Karena ketika itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama Nasrani sudah menguasai seluruh negeri islam. PENUTUP A. Kesimpulan Adanya kekacauan pada masa khalifah keempat telah menyadarkan para pemikir Islam selanjutnya untuk kembali pada keindahan hidup zuhud sebagaimana Rasul yang menjalani hidup dalam kesederhanaan. Inilah cikal bakal munculnya tasawuf. Dalam perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan ke dalam beberapa periode dengan karakteristik masing-masing. Abad I dan II Hijriyah disebut dengan fase zuhud (asketisme), sikap zuhud para sufi salafi merupakan awal kemunculan tasawuf, pada fase zuhud ini terdapat para sufi salafi yang lebih cenderung beribadah kepada Allah untuk mensucikan dirinya dari segala dosa dan kesalahan masa lalu. Perkembangan faham dan akhlaq sufi pada abad III H ditandai dengan upaya menegakkan akhlaq di tengah terjadinya dekadensi moral yang sedang berkembang di masa itu, sehingga di tangan para sufi tasawuf pun berkembang menjadi ilmu akhlaq. Abad IV H ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dari sebelumnya, karena upaya maksimal dari 'ulama tasawuf dalam pengembangan dakwahnya masing-masing. Abad V H disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Abad VI H ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa (dzauq) dan rasio ( akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. B. Saran Demikian sejarah muncul dan berkembangnya tasawuf yang kami susun. Kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dalam makalah yang kami susun. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi terciptanya kesempurnaan makalah ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca maupun penulis. DAFTAR PUSTAKA Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002 Anwar, Rosihun. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010. Mustofa, A. Akhlak Tasawuf.Bandung: CV Pustaka Setia, 2010. Nasution, Ahmad Bangun, dan Riyani Hanum Siregar. Akhlak tasawuf. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2015. Senali, Moh Saifullah Al Aziz. Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf. Surabaya: Terbit Terang, 1998. Solichin, Mohammad Muchlis. Akhlak & Tasawuf Dalam Wacana Kontemporer.Surabaya: Pena Salsabila, 2013. Syukur, Amin dan Masyharudin, IntelektualismeTasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002 http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/ http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/285/

Sunday 23 September 2018

Konsep kurikulum(teologi)

Konsep kurikulum yang sesuai dengan teks – teks teologi Definisi kurikum sebagai keseluruhan pelajaran belum menggambarkan makna kurikulum yg sebenarnya. Maka dari iu pemaknaan kurikulum terus berkembang. Patrick Slattery berpendapat bahwa kurikulum adalah undangan tegas untuk para Peserta didik agar berpartisipasi dalam sejarah daripada sekedar mengobservasi sejarah dari kejauhan. Slattery menitikberatkan kepada partisipasi aktif peserta didik. Bukan sekedar pelajaran yang disajikan kepada peserta didik. Di Indonesia Hilda Taba memperkenalkan kurikulum sebagai sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat. Mirip dengan pendapat Slattery. Taba menitikberatkan peserta didik di dalam kurikulum. Kurikulum disusun untuk mempersiapkan nara didik dengan tujuan tertentu. Berdasarkan pemikiran Slattery dan Taba dapat disimpulkan bahwa kurikulum berpusat pada peserta didik. Kurikulum harus disusun untuk memfasilitasi peserta didik dalam kreasi mereka serta kemandirian didalam kehidupan pribadi mereka. Maka dari itu kurikulum seharusnya sesuai dengan dinamika kehidupan peserta didik. Untuk menunjukkan bahwa peserta didik bukanlah obyek melainkan subyek. Maka kurikulum harus mampu menyajikan pengalaman bebas bagi peserta didik. Pengalaman bebas yakni memperkenalkan kebebasan dan kemandirian berfikir, kekuasaan sosial dan politik, menghargai kebebasan orang lain, dan menerima keberagaman berpendapat serta keberagaman individu di dalam masyarakat tanpa memperhatikan golongan, ras ataupun keyakinan. Penulis beranggapan bahwa kurikulum adalah segala sesuatu yang telah direncanakan untuk membantu peserta didik mengembangkan pemikirannya berdasarkan pengalaman hidup yg telah dilalui serta wawasan yang baru, belajar berinteraksi dengan orang lain agar mampu produktif ditengah masyarakat dan menciptakan sejarah bersama masyarakat. Kurikulum berisi berbagai macam aspek yang menitikberatkan kepada peserta didik, bukan lagi pendidik ataupun sekedar mata pelajaran. Kritik Faham eklektisisme radikal ( tidak dapat ditawar-tawar lagi ) lalu menghasilkan dua pertentangan konsep yang diterima dan juga kritikan pada waktu yang sama, karena baik masa yang lalu dan masa yang akan datang kedua duanya dihormati dan tidak dihormati, baik keseluruhan dan keterbatasan memiliki konsep dan tidak memiliki konsep. Pergerakan usaha ini lebih mengarah kepada filsafat materialis modern. Konsep kurikulum yang sesuai dengan perbedaan gender, sex, ras dan etnis Konsep kurikulum postmodern mereka lebih mengabaikan perbedaan gender, sex, ras dan etnis karena kurikulum dilihat sebagai cermin yang dapat diketahui secara obyektif.

Tuesday 31 October 2017

Thoharoh

TOHAROH ( WUDLU )
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Dosen pengampu           : Muntaha Luthfi, M.H

Disusun Oleh :

Ah. Birrul Walidain

KELAS B / III
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )


KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kemudahan, hidayah, serta inayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tepat pada waktunya.
Sholawat serta Salam penulis haturkan pula kepada Nabi Muhammad saw, nabi akhir zaman yang diutus dalam rangka rahmatan lilalamin. Dengan Sholawat tersebut penulis berharap semoga penulis, pembaca, dan semua pihak yang terkait dalam penyelesian makalah ini kelak mendapat syafaatNya, amin.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penyelesaian makalah ini. Khususnya kepada yang terhormat Bpk. Muntaha Luthfi, M.H. Tanpa bantuan dari semua pihak yang terkait tersebut mustahil makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Kemudian penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, pembaca,  khususnya bagi penulis sendiri. Penulis sadar bahwasanya tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu bila pembaca menemukan kesalahan dalam makalah ini, penulis berharap agar pembaca bersedia memberikan kritik dan saran yang  membangun, guna perbaikan di kemudian hari.
Akhirnya makalah ini saya persembahkan kepada Dosen Pembimbing Bpk. Muntaha Luthfi, M.H, orang tua, serta saudara - saudara yang tidak henti- hentinya memberikan dukungan dan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Pati, 26 september 2014
Penulis

       I.            PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Toharoh merupakan sesutu yang prinsipal dan sangat penting bagi manusia. Dimanapun berada orang akan merasa nyaman bila desekitarnya bersih, rapi dan teratur. Terutama kita umat muslim, yang selalu memandang toharoh bukan hanya bernilai duniawi tetapi juga nilai ukhrawi yaitu ibadah. Toharoh juga ada keterikatan dengan ibadah yang lain, yang menjadikannya sebagai syarat untuk sahnya ibadah tersebut. Karena itu toharoh hukumnya juga wajib.
Oleh karena pentingnya toharoh baik dipandang dari segi duniawi maupun dari segi segi ukhrawi, maka sudah selayaknya bagi kita untuk memperhatikan masalah toharoh dan hal yang berkenaan dengan toharah. Karena itu pula lah pemakalah beranggapan perlu adanya pembahasan yang lebih mendalam berkenaan dengan masalah toharoh terutama masalah air dan wudhu’.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakangdi atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.    Apakah definisi Toharoh
2.    Bagaimana pembagia air
3.    Bagaimanakahwudhu’ itu

C.     Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas maka tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Menjelaskan tentang definisi toharoh
2.    Menjelaskan tentangpembagian air
3.    Menjelaskan tentang wudhu’

D.    Manfaat
Berdasarkan dari tujuan di atas maka manfaat yang diharapkan dapat tercapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang definisi toharoh
2.    Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pembagian air
3.    Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang wudhu’


    II.            PEMBAHASAN

A.    Definisi Toharoh
Toharoh secara bahasa berasal dari kata نظافة yang berarti bersih. Sedangkan secara istilah syara’ toharoh adalah :
1.      Istilahtentang penghilangan hadats atau najis[1].
2.      Mengerjakan sesuatu yang dengannya diperbolehkan mengerjakan solat.Misalnhya wudlu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis atau yang sama dalam makna dan bentuknya[2].
Dengan demikian dapat pemakalah simpulkan bahwa toharoh adalah nama dari metode penghilangan hadast atau najis yang dengan melakukannya diperbolehkan mengerjakan solat.Toharoh dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu toharoh dari hadats dan najis. Namun dalam makalah ini kami akan menitik beratkan pembahasan pada sesuci dari hadats kecil saja yaitu dengan cara wuhlu’.


B.     Pembagian Air
Air – air yang diperbolehkan dalam bersuci ada 7 yaitu[3] :
1.      Air hujan
2.      Air laut
3.      Air sungai
4.      Air sumur
5.      Air mata air
6.      Air salju atau air es
7.      Air embun
Air dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu[4] :
1.      Tohir mutohir goirumakruh ( air mutlak )
Tohir mutohir goiru makruh yaitu air yang suci dan mensucikan serta tidak makruh digunakan untuk bersuci. Dan air ini disebut juga dengan air mutlak. Air mutlak yaitu air yang tidak terikat dengan batasan dan hubungan yang tetap. Ada juga yang mengatakan bahwasanya air mutlak adalah air yang masih tetap pada sifat kejadiannya.

2.      Tohir mutohir makruh ( air musyammas )
Tohir mutohir makruh adalah air yang suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan untuk bersuci. Yang termasuk dalam kategori ini adalah air musyammas. Air musammas yaitu air dalam bejana selain emas dan perak yang dipanaskan dengan cahaya matahari. Air musammas ini dimakruhkan untuk digunakan bersuci dengan dua syarat yaitu :
1)      Dipanaskan dalam bejana selain bejana emas dan perak.
2)      Dipanaskan dengan cahaya matahari di tempat yang sangt panas, baik dengan sengaja ataupun tidak.

3.      Tohir goiru mutohir ( air musta’mal )
Tohir goiru mutohir yaitu air yang suci tetapi tidak mensucikan. Yang termasuk dalam kategori ini yaitu :
1)      Air musta’mal
Air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik bersuci dari hadast maupun najis[5].
Air yang mundar – mandir pada salah satu anggota yang disucikan tidak bisa dikatakan sebagai air musta’mal, selama belum berpindah ke anggoata yang lain.
2)      Air yang tercampur dengan sesuatu yang suci.
Dalam tercampurnya air dengan sesuatu yang suci ini ada dua macam yaitu[6] :
a)      Tercampur dengan cara takhlith
Tercampurnyaair dengan  sesuatu yang suci dengan cara taklit yaitu tercampur dengan sempurna dan sulit untuk dipisahkan kembali. Dan apabila berubahnya air disebabkan tercampur sesuatu yang suci ini banyak sehinga air tersebut tidak lagi bisa disebut sebagai air mutlak maka thuhuriyahnya ( kemampuannya untuk mensucikan ) akan tercabut atau hilang.

b)      Tercampur dengan cara tajwir.
Yaitu tercampurnya air dengan sesuatu yang suci itu dengan cara bersanding dan mudah untuk dipisahkan. Apabila air tercampur dengan sesuatu yang suci dengan cara ini walaupun perubahannya sangat banyak tetap dianggap sebagai air suci dan mensucikan.

4.      Mutanajis ( air najis )
Air mutanajis yaitu air yang terkena najis sedangkan air tersebut kurang dari dua kulah, atau sudah ada dua kulah tetapi air tersebut berubah disebabkan najis tersebut.
Berikut adalah najis - najis yang dima’fu:
1)      Bangkai yang tidak mempunyai darah yang mengalir seperti ; lalat, kecoa dll.
2)      Najis yang tidak bisa terlihat oleh mata normal seperti lalat yang hinggap pada najis kemudian terjatuh pada air
3)      Percikan najis yang tidak bisa terlihat oleh mata[7].
4)      Dll
Najis – najis ini tidak mampu untuk mempengaruhi kesucian dari air yang kurang dari dua kulah.

5.      Tohir mutohir haram
Tohir mutohir haram adalah air suci dan mensucikan tetapi haram untuk digunakan. Termasuk dalam kelompok air ini yaitu air yang diperoleh dengan cara gosob dan air yang disediakan untuk minum[8].

Menurut jumlahnya air juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu air sedikit dan air banyak. Air sedikit yaitu air yang kurang dari dua kulah. Sedangkan air banyak yaitu air yang sudah mencapai dua kulah atau lebih. Untuk ukuran dua kulah terdapat dua macam yaitu
1)      Ukuran takaran
Untuk ukuran kati, air dua kulah kurang lebih harus mencapai 500 kati bagdad
2)      Ukuran volume bak.
Untuk ukuran panjangnya bak minimal harus mencapai satu seperempat dira’ atau kurang lebih 60 cm untuk ukuran panjang, lebar, dan tinggi tempat air. Dengan demikian untuk ukuran liter air berjumlah 216 liter.

C.     Wudhu’
Menurut bahasa wudu’ berasal dari kata wadha’ah yang berarti keindahan dan kecerahan. Sedang menurut istilah syara’ berupa nama pekerjaan yang berupa mmenggunakan airuntuk anggota – anggota tubuh tertentu dengan niat tertentu[9].Sedangkan al-wadhu’ adalah air yang digunakan untuk berwudhu’. Disebut demikian karena mempengaruhi anggota – anggota wudhu’ yakni membuatnya cerah sesudah dan dibersihkan.
1.      Rukun wudhu’ ada 6 yaitu[10] :
1)      Niat.
2)      Membasuh wajah
3)      Membasuh tangan hingga siku
4)      Mengusab sebagian kepala
5)      Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
6)      Tartib

2.      Sunah – Sunah Wudhu’[11]
1)      Membaca basmalah diawal wudhu’
2)      Membasuh kedua tangan sebelum dimasukkan ke dalam bejana ( tempat air ).
3)      Bersiwak
4)      Berkumur -  kumur
5)      Menghirup air ke dalam lubang hidung (istinsyaq) dan menyemprotkannya (istintsar).
6)      Menyela – nyela janggut yang tebal.
7)      Mengusap seluruh kepala.
8)      Mmengusap dua telinga luar dalam
9)      Tatslis ( meniga- kalikan )
10)  Mmenghadap kiblat
11)  Tidak berbicara ketika wudhu’
12)  Memperpanjang ghurrah dan tahjil.
13)  Tidak berlebihan dalam menggunakan air
14)  Membaca tasyahud ( syahadatain ) dan doa sesudah wudhu’
15)  Dll.

3.      Hal – hal yang dimakruhkan dalam wudhu’[12]
1)      Berlebihan dan terlalu pelit dalam menggunakan air
2)      Mendahulukan anggota kiri dari pada yang kanan
3)      Mengelap air wudhu’
4)      Memukulkan air pada wajah
5)      Menambah atau mengurangi dari 3 basuhan atau usapan.
6)      Meminta bantuan orang lain tanpa udzur
7)      Berlebihan dalam berkumur kumur dan menghirup air ke hidung

4.      Hal – hal yang membatalkan wudhu’[13]
1)      Keluarnya sesuatu dari kedua jalan ( qubul dan dubur ) kecuali mani.
2)      Tidur yang tidak menetapkan tempat duduknya.
3)      Hilang akal
4)      Bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahrom tanpa penghalang.
5)      Menyentuh farji dengan telapak tandan dalam.

5.      Hal – hal yang diharamkan saat hadast kecil[14]
1)      Sholat
2)      Thowaf
3)      Menyentuh dan membawa mushaf


 III.            PENUTUP
Toharoh secara bahasa berasal dari kata نظافة yang berarti bersih. Sedangkan secara istilah syara’ toharoh adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya diperbolehkan mengerjakan solat. Air – air yang diperbolehkan dalam bersuci ada 7 yaitu : Air hujan, Air laut, Air sungai, Air sumur, Air mata air, Air salju atau air es, Air embun. Kemudian air dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :Tohir mutohir goiru makruh ( air mutlak ), Tohir mutohir makruh ( air musyammas ), Tohir goiru mutohir ( air musta’mal ), Mutanajis ( air najis ).
Menurut bahasa wudu’ berasal dari kata wadha’ah yang berarti keindahan dan kecerahan. Sedang menurut istilah syara’ berupa nama pekerjaan yang berupa mmenggunakan air untuk anggota – anggota tubuh tertentu dengan niat tertentu. Dalam wudhu’ ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : Rukun wudhu’, Sunah – Sunah Wudhu’, Hal – hal yang dimakruhkan dalam wudhu’, Hal – hal yang membatalkan wudhu’, dan Hal – hal yang diharamkan saat hadast kecil.


DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Taqiyuddin bin muhamad, Kifayatul akhyar, Surabaya : Alhidayah
Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib,  Surabaya : Alhidayah
Sunartom, Achmad, pengajaran sholat,  Surabaya : Adis, 2002




[1]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhammad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 6
[2]               Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib, ( Surabaya : Alhidayah ), 3
[3]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhammad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 6
[4]               Ibid
[5]               Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 28
[6]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya: Alhidayah) 10
[7]               Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 11
[8]               Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib, ( Surabaya : Alhidayah ), 5
[9]               Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 101
[10]             Muhammad bin Qosim, fathul qorib almujib, ( Surabaya : Alhidayah ), 5
[11]             Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 107
[12]             Achmad Sunarto, pengajaran sholat, ( Surabaya : Adis, 2002 ), 115
[13]             Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 11
[14]             Taqiyuddin Abu Bakar bin muhamad, Kifayatul akhyar, (Surabaya : Alhidayah ) 81

Misteri kabut

 Tidak masalah  Tanpa masalah  Non masalah  ???