LGBT
(Lesbian,
Gay, Bisex, Transgender)
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliyah Masa’il
Fiqhiyah
Dosen pengampu : Bapak Muntaha Lutfi
Disusun oleh :
1. Ah. Birrul Walidain ( 113019 )
2. Moh. Hasan Basri ( 113031 )
3. Muhammad Saiful Umam ( 113049 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI (STAIP)
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYYAH
TAHUN 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lesbian, Gay, Bisexual dan
Transgender (LGBT), dianggap sebuah masalah yang tidak asing kita dengar. Pengertian
LGBT sendiri bermacam-macam. Menurut
Wikipedia , Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi
seksualnya kepada sesama perempuan.
Gay adalah sebuah istilah yang
umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual.
Sedikit berbeda dengan bisexual, biseksual (bisexual) adalah individu
yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua
jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com).
Transgender merupakan
ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang
ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi
dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. [1]
Untuk mengetahui lebih jelas dan
detail tentang LGBT, akan kita bahas di makalah yang berjudul “LGBT (Lesbian,
Gay, Bisex, Transgender)” berikut ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaiamana
pengertian LGBT?
2.
Bagaiamana
pandangan islam terhadap LGBT?
3.
Bagaimana
hukum dan hukumannya para pelaku LGBT?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian LGBT
LGBT merupakan sebuah singkatan
dari LESBIAN,GAY,BISEX dan TRANSGENDER. Pengertian LGBT tersebut secara global
akan kita bahas mengenal lebih jauh tentang dunia LGBT:
Lesbian :
Orientasi seksual seorang
perempuan yang hanya mempunyai hasrat sesama perempuan.
Gay :
Orientasi seksual seorang pria
yang hanya mempunyai hasrat sesama pria
Bisex :
Sebuah orientasi sexsual seorang
Pria/Wanita yang menyukai dua jenis kelamin baik Pria/Wanita
Transgender :
Sebuah Orientasi seksual seorang
Pria/Wanita dengan mengidentifikasi dirinya menyerupai Pria/Wanita
(Misal:Waria)
Lesbian, Gay, Bisexual dan
Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan
dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia.
Menurut wikipedia, lesbian adalah
istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama
perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan
baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual. [2]
Bisa juga lesbian diartikan
kebiasaan seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya pula.[3]
Sedangkan Gay adalah sebuah
istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat
homoseksual. Sedikit berbeda dengan bisexual.
Biseksual (bisexual)
adalah individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan
orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com).
Lalu bagaimana dengan Transgender? Masih
menurut wikipedia, transgender merupakan ketidaksamaan
identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk
kepada dirinya.[4]
Transgender adalah perilaku atau
penampilan seseorang yang tidak sesuai dengan peran gender pada umumnya.[5]
Seseorang yang transgender dapat
mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual
maupun aseksual.
Dari semua definisi diatas
walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah
mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi
seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama
jenis.
Walaupun kelompok LGBT mengklaim
keberadaannya karena faktor genetis dengan teori “Gay Gene” yang diusung oleh
Dean Hamer pada tahun 1993. Akan tetapi, Dean sebagai seorang gay kemudian
meruntuhkan sendiri hasil risetnya. Dean mengakui risetnya itu tak mendukung
bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan yang melahirkan homoseksualitas.
Perbuatan LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan dianggap sebagai
perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji (republika.co.id,
26/01/2016).
B.
Pandangan Islam terhadap LGBT
Dalam Islam LGBT dikenal dengan
dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay)
adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya
kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata
(penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam,
karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama
kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq,
hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) danmelampui
batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran yang
artinya :
“Dan (Kami juga telah mengutus)
Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini
adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)
Sedangkan Sihaaq (lesbian)
adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua
orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya
antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam
berhubungan tersebut.[6]
Hukum Sihaaq (lesbian)
adalah haram.[7]
Berdasarkan dalil hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018)
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لاَ
يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ
الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ
تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah seorang laki-laki
melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat
wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan
laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan
wanita lain”
Terhadap pelaku homoseks, Allah
swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat perbuatan tersebut. Al-Imam Abu
Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam Kitabnya “Al-Kabair”
telah memasukan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau
berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam
beberapa tempat dalam Al-Qur’an Al-Aziz, Allah telah membinasakan
mereka akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari
kalangan pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk
dosa besar”.[8]
Hal ini ditunjukkan bagaimana
Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan azab yang
sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri
hujanan batu yang membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam surat
Al-Hijr ayat 74:
فَجَعَلْنَا
عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيل
“Maka kami jadikan bagian atas
kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang
keras”
Sebenarnya secara fitrah, manusia
diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan jasmani dan nalurinya. Salah
satu dorongan naluri adalah naluri melestarikan keturunan (gharizatu al na’u)
yang diantara manifestasinya adalah rasa cinta dan dorongan seksual antara
lawan jenis (pria dan wanita).
Pandangan pria terhadap wanita
begitupun wanita terhadap pria adalah pandangan untuk melestarikan keturunan
bukan pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini adalah untuk
melestarikan keturunan dan hanya bisa dilakukan diantara pasangan suami istri.
Bagaimana jadinya jika naluri melestarikan keturunan ini akan terwujud dengan
hubungan sesama jenis? Dari sini jelas sekali bahwa homoseks bertentangan
dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, sudah dipastikan
akar masalah munculnya penyimpangan kaum LGBT saat ini adalah karena ideologi
sekularisme yang dianut kebanyakan masyarakat Indonesia. Sekularisme adalah
ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan (fash al ddin ‘an al hayah).
Masyarakat sekular memandang pria
ataupun wanita hanya sebatas hubungan seksual semata. Oleh karena itu, mereka
dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang
mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan
naluri seksual, semata-mata mencari pemuasan. Mereka menganggap tiadanya
pemuasan naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik secara fisik,
psikis, maupun akalnya. Tindakan tersebut merupakan suatu keharusan karena
sudah menjadi bagian dari sistem dan gaya hidup mereka.[9]
Tidak puas dengan lawan jenis,
akhirnya pikiran liarnya berusaha mencari pemuasan melalui sesama jenis bahkan
dengan hewan sekalipun, dan hal ini merupakan kebebasan bagi mereka. Benarlah
Allah swt berfirman:
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَا
لأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ
هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan
untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (TQS
Al ‘Araf : 179)
C. Hukum dan Hukumannya para Pelaku
LGBT
Pemberlakuan hukuman dalam Islam
bertujuan untuk menjadikan manusia selayaknya manusia dan menjaga kelestarian
masyarakat. Syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang dilekatkan
pada hukum-hukumnya. Tujuan luhur tersebut mencakup; pemeliharaan atas
keturunan (al muhafazhatu ‘ala an nasl), pemeliharaan atas akal (al
muhafazhatu ‘ala al ‘aql), pemeliharaan atas kemuliaan (al muhafazhatu
‘ala al karamah), pemeliharaan atas jiwa (al muhafazhatu ‘ala an nafs),
pemeliharaan atas harta (al muhafazhatu ‘ala an al maal), pemeliharaan
atas agama (al muhafazhatu ‘ala al diin), pemeliharaan atas
ketentraman/keamanan (al muhafazhatu ‘ala al amn), pemeliharaan atas
negara (al muhafazhatu ‘ala al daulah).[10]
Dalam rangka memelihara keturunan
manusia dan nasabnya, Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan
penyimpangan seks lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi
pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah
keturunan. Berkaitan dengan hukuman pagi para pelaku LGBT, beberapa ulama
berbeda pendapat. Akan tetapi, kesimpulannya para pelaku tetap ahrus diberikan
hukuman. Tinggal nanti bagaimana khalifah menetapkan hukum mana yang dipilih
sebagai konstitusi negara (al Khilafah).Ulama berselisih pendapat
tentang hukuman bagi orang yang berbuat liwath. Diantara beberapa
pendapat tentang hukuman bagi pelaku liwath diantaranya:
Pertama, Hukumannya
adalah dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek (maf’ul
bih) bila keduanya telah baligh. Adapun keberadaannya orang yang
mengerjakan perbuatan liwathdengan dzakar (penis)nya
hukumannya adalah dibunuh, meskipun yang melakukannya belum menikah, sama saja
baik itu fa’il (pelaku) maupun maf’ul bih. Telah
mengkabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr ibnu Abi ‘Amr,dari
Ikrimah, dari Ibu Abbas, berkata Rasulullah SAW:[11]
مَنْ
وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ
بِهِ
“Barangsiapa yang kalian
mendapati melakukan perbuatan kaum Luth (liwath), maka bunuhlah fa’il (pelaku)
dan maf’ul bih (partner)nya
Kedua, Hukumannya
dirajam, hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa dia
pernah merajam orang yang berbuatliwath. Imam Syafi’y mengatakan:
“Berdasarkan dalil ini, maka kita menggunakan rajam untuk menghukum orang yang
berbuat liwath, baik itu muhshon (sudah menikah)
atau selain muhshon. Hal ini senada dengan Al-Baghawi, kemudian Abu
Dawud dalam “Al-Hudud” Bab 28 dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dari
Ibnu Abbas: Yang belum menikah apabila didapati melakukan liwath maka
dirajam.[12]
Ketiga, hukumannya
sama dengan hukuman berzina. Pendapat ini seperti ini disampaikan oleh Sa’id
bin Musayyab, Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i,
Imam Yahya dan Imam Syafi’i (dalam pendapat yang lain), mengatakan bahwa
hukuman bagi yang melakukan liwath sebagaimana hukuman zina.
Jika pelaku liwath muhshon maka dirajam, dan jika
bukan muhson dijilid (dicambuk) dan diasingkan. [13]
Keempat, hukumannya
dengan ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu Hanifah: Hukuman bagi yang
melakukan liwath adalah di-ta’zir, bukan dijilid
(cambuk) dan bukan pula dirajam.[14]Abu
Hanifah memandang perilaku homoseksual cukup dengan ta‘zir.
Hukuman jenis ini tidak harus dilakukan secara fisik, tetapi bisa melalui
penyuluhan atau terapi psikologis agar bisa pulih kembali. Bahkan, Abu Hanifah
menganggap perilaku homoseksual bukan masuk pada definisi
zina, karena zina hanya dilakukan pada vagina (qubul),
tidak pada dubur (sodomi) sebagaimana dilakukan oleh kaum homoseksual.
Sedangkan bagi para pelaku
lesbian, hukumannya adalah ta’zir. Al-Imam Malik Rahimahullah berpendapat
bahwa wanita yang melakukan sihaq, hukumannya dicambuk seratus
kali. Jumhur ulama berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq tidak
ada hadd baginya, hanya saja ia di-ta‘zir, karena hanya
melakukan hubungan yang memang tidak bisa dengan dukhul (menjima’i
pada farji), dia tidak akan di-hadd sebagaimana
laki-laki yang melakukan hubungan dengan wanita tanpa adanya dukhul pada
farji, maka tidak ada had baginya. Dan ini adalah pendapat
yang rojih (yang benar).[15]
Sebenarnya sanksi yang dijatuhkan
di dunia ini bagi si pendosa akan mengakibatkan gugurnya siksa di akhirat.
Tentu saja hukuman di akhirat akan lebih dahsyat dan kekal dibandingkan sanksi
yang dilakukan di dunia. Itulah alasan mengapa sanksi – sanksi dalam Islam
berfungsi sebagai pencegah (jawazir) dan penebus (jawabir).
Disebut pencegah karena akan mencegah orang lain melakukan tindakan dosa
semisal, sedangkan dikatakan penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan
menggugurkan sanksi di akhirat.[16]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
LGBT merupakan penyimpangan
orientasi seksual yang dilarang oleh semua agama terlebih lagi Islam. Selain
karena perbuatan keji ini akan merusak kelestarian manusia, yang lebih penting
Allah SWT dan Rasulullah melaknat perbuatan ini. Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban bagi umat Islam untuk melawan segala jenis opini yang seolah atas
nama HAM membela kaum LGBT akan tetapi sesungguhnya mereka membawa manusia
menuju kerusakan yang lebih parah.
2.
Pandangan islam terhadap LGBT, adalah
haram, karena Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks
lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya.
3.
a. Hukumannya adalah dengan
dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun
obyek (maf’ul bih) bila
keduanya telah baligh.
b. Hukumannya dirajam, hal ini
sebagaimana diriwayatkan oleh Al-
Baihaqy dari Ali bahwa dia pernah merajam orang yang berbuat liwath.
c. Hukumannya sama dengan hukuman berzina.
d. Hukumannya
dengan ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu
Hanifah:
Hukuman bagi yang melakukan liwath adalah di-ta’zir, bukan dijilid (cambuk) dan bukan
pula dirajam
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Husain,Dirasat
fi al fikr al Islamiy, (Dar al Bayariq, 1990).
Adz-Dzahabiy –Rahimahullah,
Al-Imam Abu Abdillah,“Al-Kabair”.
Al-Mulky, Abul Ahmad Muhammad
Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy, Hukm al liwath wa al sihaaq,( Yaman:
Dammaj-Sha’dah).
An Nabhani, Syaikh Taqiyuddin, Al
Nizham al Ijtima’i fii al Islam, (Beirut: Dar al Ummah, cet. IV, 2003).
diakses pada http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/06/03/16/13.04 WIB.
Mahjuddin,
Masailul Fiqhiyah, ( Berbagi Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini ), (Jakarta
: Kalam Mulia, 2003 ).
Nuriyyatiningrum,
Mahdaniyal Hasanah, Masa’il Fiqhiyah , (Semarang : Media Campus, 2014).
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah
(terj), (Kairo: Dar al Fath Lil I’lam Al ‘arobi, cet. I, 2000).
Wikipedia,
07/03/15.
[2] Wikipedia, 07/03/15.
[3] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, ( Berbagi Kasus Yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini ), (Jakarta : Kalam
Mulia, 2003 ), halaman 30.
[4] Wikipedia, 07/03/15.
[5] Mahdaniyal Hasanah Nuriyyatiningrum, Masa’il Fiqhiyah ,
(Semarang : Media Campus, 2014), halaman 77.
[6] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah
(terj), (Kairo: Dar al Fath Lil I’lam Al ‘arobi, cet. I, 2000),
halaman 51.
[7]Al-Mulky, Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir
bin Nursalim Al-Limboriy, Hukm al liwath wa al sihaaq,( Yaman:
Dammaj-Sha’dah), halaman 13.
[9] Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, Al
Nizham al Ijtima’i fii al Islam, (Beirut: Dar al Ummah, cet. IV, 2003), halaman 22.
No comments:
Post a Comment